oleebook.com

TIGER! TIGER!: Tame the Beast Within de Mochtar Lubis

de Mochtar Lubis - Género: English
libro gratis TIGER! TIGER!: Tame the Beast Within

Sinopsis


Originally published in 1975, the critically-acclaimed novel, Tiger! Tiger! was authored by Award-Winning Indonesian Journalist, Mochtar Lubis (1922-2004) during his incarceration in a Madiun prison. Tiger! Tiger! was a response to the Indonesians following Mr. Lubis' arrest which was imposed by then Indonesian dictator, President Sukarno, whose politics and leadership was constantly critiqued in the media by Mr. Lubis.


Tiger! Tiger! is the profound story of seven dammar collectors who, while traveling back to their home village after spending two weeks in the forest gathering natural resources for wages, become aware that they are being stalked by a ferocious tiger. Unable to be saved by their charismatic leader when they're attacked, the group is forced to try to save each other from the tiger's deadly clenches.


In every harrowing encounter with the relentless predator, each member of the group discovers one another's strengths and weaknesses. The men soon realize that before they can kill the savage beast hunting them, they must first kill the beast residing within them if they are to ever survive.


Reseñas Varias sobre este libro



Bagaimana jika anda adalah satu diantara 7 pengumpul damar yang sedang kembali dari hutan ke kampung halamannya?
Bagaimana jika ternyata rombongan anda diintai oleh seekor harimau tua yang kelaparan?
Bagaimana jika satu per satu anggota rombongan anda tewas dimangsa oleh harimau tersebut?
Bagaimana jika korban pertama dari rombongan anda itu tidak langsung meninggal, tapi sekarat dan terus menyerukan kepada anda semua untuk bertobat, karena serangan harimau ini pasti hukuman atas kesalahan anda semua di masa lampau?
Bagaimana jika seluruh anggota rombongan ternyata memang merasa melakukan dosa besar, apakah memang mereka harus mengakui kesalahan tersebut di depan umum agar terhindar dari hukuman melalui "cakar" harimau itu?
Bagaimana jika salah satu anggota rombongan lebih merasa terancam pada pandangan para anggota lainnya atas dirinya daripada ancaman harimau tersebut?

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas cerita ini terbentuk. Cerita memukau yang dengan lugas diceritakan melalui penuturan tokoh-tokoh di novel ini, baik dalam hati, baik sesuatu yang memang benar terjadi, baik yang baru dugaan, mengalir dengan lancar. Bahkan di satu saat sang harimau pun bisa menjadi penutur dan menceritakan mengapa dia terus mengintai dan mengejar rombongan pengumpul damar ini.

Cerita berjalan lancar, dengan tempo yang terjaga. Sehingga pembaca akan tetap merasa "penasaran" dengan akhir cerita. Mungkin bukan selera semua orang sehubungan setting cerita yang kuno, yang mungkin sekarang semakin sukar dibayangkan. Mungkin beberapa orang agak terganggu dengan cerocosan nya tokoh Pak Haji yang saat menjelang ajalnya begitu mudahnya sadar dan tiba-tiba dengan semangatnya menasehati sisa anggota kelompok tersebut. Salah satu nasihat paling ngetopnya adalah: "sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu sendiri". Nasihat luar biasa dari orang yang sudah menjelang ajal.

Bagian paling mantap dari cerita ini adalah sikap orang-orang tersebut saat issue "ini hukuman atas dosa-dosa kita" dimunculkan. Karena inilah sikap dasar manusia Indonesia selama ini. Jika ada yg tidak beres, mereka cenderung mencari-cari kesalahan yang dilakukan yang menyebabkan bencana ini terjadi. Tentu anda ingat saat gempa bumi terjadi di Padang, yang paling banyak muncul di milis-milis adalah himbauan agar kita memohon ampun atas kesalahan yang kita lakukan, bencana alam ini adalah hukuman Tuhan kepada kita, pasti akan terjadi lagi jika kita belum tobat.
Apakah mereka tidak memikirkan perasaan para korban bencana, yang sudah banyak kehilangan (harta maupun nyawa orang-orang terkasih) namun masih mendapat "tuduhan": ini hukuman atas dosa-dosamu.
Teganya.

Sepertinya Mochtar Lubis tidak sependapat mengenai soal "hukuman Tuhan" ini. Karena di cerita ini, dua anggota rombongan yang melakukan dosa paling besar, menyekutukan Allah dan zinah, justru selamat dari terkaman harimau. :-)
Menurut pendapat saya (mungkin sama dengan Mochtar Lubis :-)), kesenangan dan kesusahan, keduanya adalah cobaan dari Tuhan untuk menguji keimanan kita. Tidak pada tempatnya menempatkan kesusahan sebagai hukuman dari Tuhan. Hukuman Tuhan terutama akan dikenakan di akhirat, karena memang di situlah benar-benar tempat anda menerima hukuman atau pahala atas tindakan anda selama di dunia. Dunia hanyalah tempat ujian, bukan hukuman, untuk manusia.

Akhirnya saya merekomendasikan buku ini untuk anda baca, dan mendapatkan pengalaman 'spiritual' yang sama dengan saya saat membaca buku ini.
Semoga. :-)i-bought-it indonesian indonesian-literature ...more18 s Muhamad RivaiAuthor 6 books24

Dulu pernah baca buku ini sewaktu SMA, sekarang coba baca ulang. Ternyata ceritanya seru, khas genre thriller psikologis dengan adanya sekelompok orang yang terjebak di tempat berbahaya, sambil diincar oleh sesosok monster/hewan buas. Satu hal yang kurang saya sukai adalah penceritaan saat harimau berada jauh dari para tokoh. Penceritaan yang sebenarnya tidak begitu perlu ini bagi saya malah mengurangi tensi mencekam dan teror psikologis yang sudah dibangun sebelumnya. Lebih menarik seandainya harimu itu tetap dibuat samar-samardan misterius karena akan memperkuat misteri asal-usul harimau: apakah ia memang harimau biasa, siluman, atau malaikat maut yang dikirim Tuhan?

Saya merasa novel ini terlalu singkat. Banyak perumpamaan bagus tentang kemanusiaan/humanisme, ketuhanan, dan tabiat manusia. Sayangnya hal-hal tersebut sering disampaikan dengan terlalu blak-blakan, terutama oleh tokoh Pak Haji. Mungkin karena gaya bercerita dalam novel ini adalah "storytelling" dan menggunakan sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Meski begitu, novel ini tetap seru. Saya berharap ada yang berminat memfilmkan thriller klasik ini.inspiring-classics10 s Lilia Zuhara60 3

Tidak menyangka kalau cerita singkat tentang perburuan bisa mengikat poin-poin yang seringkali menjadi sumber kontemplasi terintim untuk setiap manusia kepada dirinya sendiri. Menceritakan tentang 7 lelaki yang pergi ke hutan untuk bekerja. Dalam perjalanan pulang, mereka diburu oleh seekor harimau. Perburuan yang dilakukan sang harimau pada akhirnya membawa harimau yang ada dalam jiwa ketujuh lelaki tersebut keluar dari sangkar batinnya.

Banyak nilai yang bisa ditarik dari buku ini. Poin yang paling menarik adalah bagaimana masa lalu, dosa, dan ekspektasi membentuk seorang manusia menjadi jauh dari jati dirinya. Yang juga menarik adalah kekuatan rasa takut dalam diri manusia yang mampu melebihi daya tampung manusia akan kekuatan itu sendiri. Setelah kekuatan rasa takut menguasai, maka seorang manusia akan lepas dari jati dirinya.

Buku ini patut diberi lima bintang karena mampu mengangkat diskusi nurani yang dalam dan gelap menjadi cerita yang mengalir dan nyaman untuk disimak.9 s Missy J606 98

Excellent and suspenseful story! 4.5*

Seven men from a small village in Sumatra head into the jungle to collect tree resins. This task takes about two weeks and while working in the jungle, they stay at the home of Wak Hitam, a 70+ year old dukun who is revered for his power over spirits and djinns. Wak Hitam also has a penchant for marrying young women, and he lives isolated in the jungle with his youngest wife Siti Rubiyah. The seven men are all attracted to the young and beautiful Siti Rubiyah, but at the same time they are all incredibly afraid of Wak Hitam.

Among the seven men are three elderly chaps; Pak Haji (the eldest, who has traveled to Mecca for the hajj already and has lived many years abroad. He distances himself from the people in the village due to his disappointment in mankind, which the villagers mistake for arrogance. Nevertheless, he is generally respected for completing the hajj), Wak Katok (a little younger than Pak Haji, Wak Katok is highly respected in the village for being a dukun, a pencak silat expert (Indonesian martial arts) and a war hero, who fought against the Dutch during the revolution. He is the only one among the seven men, who carries a gun) and Pak Balam (he fought together with Wak Katok against the Dutch and is generally a silent guy).

The four young guys include Buyung (the youngest, very skilled in aiming and shooting the gun, in love with a village girl called Zaitun, but unsure about her feelings towards him), Sutan (married, pencak silat student and womanizer), Sanip (the most optimistic among the seven men, married and also a pencak student of Wak Katok) and Talib (married and a pessimist).

After two weeks, the seven men leave the house of the very sickly Wak Hitam. Soon after they begin their journey back home, they realize that they are being stalked by an old and very hungry tiger ("harimau" in Indonesian). Who will fall prey to the tiger? Will they make it back to their home village? When one of the men gets attacked by the tiger, the victim insists that this is not an ordinary tiger. This tiger is following them because each of the seven men committed a grave sin. Or is the tiger a spirit of Wak Hitam seeking revenge against one of them in particular?

The men are torn between their past mistakes and their present fear. This book challenges superstition, which is often intertwined with morality. It also criticizes extraordinarily charismatic leaders, who view themselves as gods. I was obsessed with the tiger and couldn't put the book down. Mochtar Lubis wrote this in prison as a critique against Sukarno. A very thought-provoking and important work in Indonesian literature.2017-books asia-related classics ...more9 s Sjaiful Masri22 16

Dari semua buku Indonesia yang menggunakan judul dengan kata harimau, belum pernah lebih bagus dari buku ini. Perjalanan anak manusia yang mencari diri mereka yang sesungguhnya. Sastra banget.

Gw rasa penerbit obor mesti menerbitkan lagi buku-buku lokal seperti ini!!!4 s tata83 4

Nama agung Mochtar Lubis sepertinya tak akan pernah lekang oleh waktu. Anak sastra pasti pernah membaca karyanya, atau setidaknya mendengar tentang keagungannya sebagai sastrawan juga jurnalis tiga periode. Pendiri kantor berita ANTARA ini lahir di zaman Indonesia belum merdeka, sehingga membuatnya pernah merasakan asam garam kehidupan. Tulisannya mempunyai ciri khas yang tajam, kritis, sinis, dan panas.

Salah satu karya tersebarnya adalah Harimau! Harimau!. Novel ini menceritakan tentang tujuh orang pengembara, mereka gemar mengumpulkan damar dan berburu rusa. Mereka semua mempunyai karakternya masing-masing: (1) Wak Katok seorang dukun sekaligus pemburu paling berpengaruh di Desa Air Jernih; (2) Pak Haji merupakan seorang alim yang bijaksana; (3) Pak Balam yang pernah bersama Wak Katok berjuang melawan penjajah; (4) Sutan, Sanip, dan Talib yang merupakan kaum muda dan murid Wak Katok; (5) Buyung merupakan yang termuda, seorang pemburu dan penembak yang sangat andal.

Konflik mulai menumpuk ketika tiba-tiba ada harimau tua kelaparan yang mengejar mereka. Harimau tersebut mulai menyerang mereka satu per satu, sampai salah satu dari mereka mengungkapkan tentang penebusan dosa. Sebab telah memakan banyak nyawa, beberapa dari mereka yang tersisa memutuskan untuk memburu harimau tersebut. Pilihannya antara memburu atau diburu.

Dari perburuan tersebut, mulailah sifat dan dosa masing-masing dari mereka terungkap. Yang merupakan terkuat, dipandang paling kuat dan berilmu, ternyata yang paling pecundang. Yang paling alim dan bijaksana menyimpan ketidakpercayaan terhadap hidupnya sendiri. Selain itu, mereka justru terkadang terlibat dalam perdebatan yang berujung pada perselisihan.

“Bunuhlah dulu harimau dalam dirimu” merupakan kalimat paling terkenal dari novel ini. Mochtar Lubis menyajikan suatu drama berbentuk thriller yang juga menyerang psikis tokoh maupun pembacanya. Awalnya saya pikir Mochtar ingin menulis klise tentang orang suci adalah yang terbaik. Namun, pada kenyataannya tidak begitu. Ia menyeimbangkan dengan baik mana yang harusnya menjadi urusan Tuhan maupun urusan manusia yang lemah.

“Jangan paksakan Tuhanmu pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain.”3 s Rido ArbainAuthor 5 books75

Membaca (lagi) buku ini demi bayar utang bacaan. Sebetulnya aku lupa, dulu nggak kelar bacanya karena bukunya hilang atau memang otakku yang nggak sampai. Meski ujungnya, bukunya tetap hilang juga. [sungguh informatif]

Diceritakan sekelompok pengumpul damar yang sudah sering keluar-masuk hutan belantara Sumatera, di antaranya ialah Pak Haji Rakhmad (60), Wak katok (50), Pak Balam (50), Talib (27), Sanip (25), Sutan (22), dan yang paling muda Buyung (19). Masing-masing dari mereka bisa dibilang cukup terpandang di desanya; kelompok tua yang dihormati dan kelompok muda yang tak banyak ulah.

Saat itu mereka sudah seminggu berada di hutan, lalu sempat menginap di pondok milik Wak Hitam—dukun tua yang mempunyai banyak ilmu hitam. Konflik dimulai saat mereka ingin kembali ke desa. Dalam perjalanan pulang, rombongan itu dikagetkan oleh kemunculan seekor harimau tua nan buas—mereka lebih suka menyebutnya 'nenek'—yang dengan nahasnya menerkam salah satu dari mereka. Singkatnya, teror itu terus berlanjut karena ternyata sang 'nenek' kelewat lapar dan ingin memburu mereka satu per satu.

Harimau! Harimau! jelas sekali ditulis untuk mengkritik perilaku zalim manusia. Dalam kasus, ketujuh orang ini sebenarnya hidup dengan memakai 'topeng' untuk menutup rapat dosa yang pernah mereka perbuat, juga menutup aib masing-masing. Kemunculan sosok harimau hanya sebagai representasi teguran bagi rombongan itu.

Menurutku ada yang menarik dari pemilihan judul novel klasik ini. Soal kenapa "harimau" ditulis dengan dua seruan, bukan satu. Sebab dalam novelnya, pembaca diberi pengertian bahwa ada dua harimau berbahaya di sana. Harimau yang menyerang Pak Balam, dkk. serta 'harimau' dalam diri mereka sendiri.

"Tuhan ada, anak-anak. Percayalah. Tapi jangan paksakan Tuhan-mu pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia perlu manusia lain ... manusia harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain."3 s Wahyu Novian333 43

Sebetulnya, sederhana benar ceritanya. Tapi layaknya cerita manusia, kesederhanaan itu malah bikin ceritanya menjadi sangat kompleks dan nyata.

Dengan reputasi nama Mochtar Lubis dan novelnya ini, ekspektasi saya lumayan tinggi. Alih-alih macam Lelaki Harimau-nya Eka Kurniawan yang dari awal saja langsung penuh aksi, buku ini mengalur lambat. Tapi sangat mulus dan tidak bisa berhenti membacanya. Mungkin tipikal novel lawas begini? Yang harus bersabar menikmati kisah para karakternya sebelum inti ceritanya terkuak sedikit demi sedikit. Bahkan harimau pun baru disebut setelah lebih dari sepertiga cerita. Dan langsung saja suasana dalam novel berubah. Tegang. Tapi tetap saja mengalur mulus.

Sisipan moralnya memang secara gamblang diceritakan. Melalui pikiran para karakternya dengan kesunyian dan keramaiannya masing-masing. Tapi memang mau tidak mau membikin jadi berkontemplasi dengan kehidupan sendiri. Pemilihan kata-kata dan kalimatnya, yang walaupun dalam paragpraf panjang-panjang, serasa dipilih dengan sangat hati-hati. Sejalan dengan kehati-hatian cerita para pencari damar yang sedang diburu harimau ini. Betulan bikin tegang.

Bonus poin, deskripsi yang sangat nyata bikin terbayang kerennya kalau dibuat film ala Hollywood dengan CGI yang apik di tengah hutan belantara Indonesia yang mistis dan eksotis. 3 s bakanekonomama573 79

Sebagai generasi 90-an yang tidak pernah dapat tugas membaca karya sastra buatan sastrawan-sastrawan besar Indonesia, saya pernah merasa ada yang kurang dalam identitas kedirian saya sebagai orang Indonesia. Ketika kuliah dulu, saya mungkin lebih hapal nama sastrawan Jepang, masa hidup, dan karya-karya mereka ketimbang sastrawan Indonesia dan karya-karyanya. Saya juga sempat merasa malu, mengaku suka membaca buku, tapi tidak tahu sumbangan macam apa yang telah diberikan oleh para sastrawan kita kepada kita saat ini.

Saya juga sempat heran dan bertanya-tanya, kenapa orang-orang di luar sana tahu karya sastra dari sebelum abad 20 dan masih membacanya, dan karya-karya itu begitu dihargai dengan sedemikian tingginya. Tapi lihatlah kita dan anak-anak muda di Indonesia lainnya, karya tahun 70 atau 80-an pun sudah tidak lagi dikenali, apalagi yang sebelum-sebelum itu. Di toko buku pun lebih mudah ditemukan kisah-kisah tentang "kids zaman now" yang hanya galau soal cinta, pacar, kerja, dan hidup dalam kemewahan. Tidak heran jika saat ini kita dikelilingi oleh karya-karya picisan, dangkal, dan tidak ada makna apapun yang bisa dipakai untuk memperkaya diri dan kehidupan.

Ikhtiar saya untuk mengenali sastrawan-sastrawan Indonesia justru dimulai setelah lulus kuliah dan menapaki dunia kerja. Ketika itu, saya (yang belum lama pulang dari pertukaran pelajar di negeri asing) membutuhkan hal-hal untuk memperkaya diri saya sebagai orang Indonesia, untuk mengokohkan identitas saya. Sayangnya, selama bertahun-tahun ini ikhtiar itu baru sebatas mengumpulkan saja, tapi belum membacanya. Tapi tak apa. Pelan-pelan saja. Semua harus dinikmati prosesnya. Untuk apa membaca dengan cepat-cepat tapi kemudian lupa begitu saja dengan cerita dan tidak bisa mengambil makna? Bukankah itu justru jadi sia-sia. Apalagi kalau hanya untuk mengejar target baca saja. Kalau cuma ngejar target, mending saya baca komik saja. Hehehee....

Jadi, seperti apakah cerita "Harimau! Harimau!" ini? Silakan baca sinopsisnya di review yang lain, ya. Soalnya saya mau komentar-komentar aja di sini. Buat saya, buku ini sangat manusiawi. Sangat menggambarkan manusia, yang ingin menutupi bagian-bagian terkotor dalam dirinya. Menutupi dosa-dosa dan kesalahan dari orang lain. Menutupi ketakutan dan keraguannya dari dunia. Menutupi segala buruk rupa, cacat, borok, dan kotoran di dalam diri hingga tidak ada yang boleh tahu, meski itu diri sendiri, bahkan Tuhan sekalipun.

Tentu tidak ada salahnya dengan menutupi dosa yang dilakukan dari orang lain, karena dosa-dosa itu adalah aib yang sejatinya memang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Tapi, penting bagi diri kita untuk mengakuinya. Biarkan orang lain tidak tahu, asal kita tahu dan mengakui itu sebagai bagian dari diri kita sendiri. Karena hanya dengan begitulah kita bisa bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi manusia yang lebih baik. Tapi sayangnya, mengakui kepada diri sendiri itu tidak gampang, karena pengakuan itu akan menimbulkan kesadaran diri mengenai seperti apakah diri kita yang sebenarnya.

Mungkin di luar kita tampak begitu pandai, kuat, dan berani tapi sejatinya diri kita pengecut dan memanfaatkan orang lain supaya dianggap kuat. Mungkin di luar kita tampak bahagia dan ceria, padahal sesungguhnya ada kesalahan besar di dalam diri yang tidak mau diakui dan berusaha lari darinya. Mungkin juga orang menganggap kita orang yang shalih dan taat beragama, tapi sebenarnya di dalam diri kita penuh keraguan akan Tuhan dan agama itu sendiri.

Pengakuan-pengakuan ini tidak mudah untuk dilakukan, karena kita sudah terbiasa dengan diri kita, seperti apa yang ingin kita lihat. Seperti apa yang orang lain lihat dan ungkapkan kepada kita, meski sebenarnya itu bukan diri kita. Tanpa sadar, mungkin kita telah membesarkan binatang-binatang buas di dalam diri, harimau-harimau, atau singa-singa, atau beruang-beruang, yang setiap hari diberi makan dengan penyangkalan sehingga kita tidak tahu lagi hakikat diri yang sesungguhnya. Maka, mungkin benar apa yang dikatakan Pak Haji, bahwa kita perlu membunuh harimau-harimau di dalam diri kita terlebih dahulu (yang mungkin lebih bengis dan lebih jahat) sebelum dapat menaklukkan harimau-harimau lain di luar sana....sastra-indonesia4 s Jusmalia OktavianiAuthor 4 books4

Sebenarnya ini yang kedua kalinya saya membaca Harimau! Harimau! ini. Bahkan bisa dikatakan novel Harimau! Harimau! inilah novel Mochtar Lubis pertama saya. Saya membacanya ketika duduk di bangku SMA, dan sedikit-sedikit masih mengingat ceritanya karena memang sangat berkesan. Ketika membaca ulang, kesan tentang novel ini ternyata belum juga surut. Perasaan khawatir, takut, serta teror yang ditimbulkan harimau terhadap manusia justru memunculkan 'harimau' lain dari dalam diri manusia, mungkin seperti itulah simpulan singkat novel ini.

Dikisahkan ada 7 orang yang pergi ke hutan untuk mencari damar. Dalam perjalanan pulang kembali ke kampung, mendadak Pak Balam, salah seorang dari mereka, diserang harimau. Harimau tersebut sebenarnya harimau tua yang sedang lapar, dan memburu ketujuh orang itu karena mereka membawa daging rusa yang tadinya hendak diburunya. Didorong oleh perasaan lapar, harimau tersebut akhirnya memutuskan untuk memburu ketujuh manusia tersebut.

Di sisi lain, mereka yang diburu harimau mulai menunjukkan sifat aslinya satu per satu. Didorong oleh rasa takut, mereka mulai yakin bahwa harimau yang memburu mereka adalah harimau siluman, yang diutus oleh Tuhan untuk memburu mereka karena dosa-dosa besar yang mereka buat. Namun, karena keengganan untuk mengukai dosa di hadapan kawan masing-masing, mereka pun berusaha bungkam, hingga satu demi satu, harimau mulai membunuhi mereka semua. Sifat-sifat sombong, pengecut, egois, dan lain-lain pun dari diri mereka terkuak. Buyung, yang paling muda dan berlagak lugu, baru saja meniduri istri orang. Pak Haji, yang selama ini dianggap dituakan, ternyata sangat egois, individualis, dan hilang kepercayaan terhadap Tuhan dan kemanusiaan. Ibadah yang dilakukannya tak lain hanya kedok agar dirinya tidak dianggap aneh oleh orang sekitar. Begitu pula dengan Wak Katok yang menampilkan diri sebagai pemimpin, padahal selama ini tak lain adalah penipu, pengecut, serta zalim. Tokoh-tokoh lainnya juga sama, tak lain adalah pencuri, pezina, bahkan pembunuh.

Novel ini kental sekali menyindir manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Manusia selama ini tak lain hanya mengenakan topeng, yang menutupi aib dan dosanya selama ini. Manusia takut jika harus melepaskan topeng tersebut, takut bila dosanya diketahui. Mengakui dosanya pada diri sendiri dan Tuhan saja manusia tak ingin, apalagi pada orang lain, begitulah yang ditulis Mochtar Lubis. Jangankan mengaku dosa, bertentangan antara hati dan mata sendiri saja manusia mengelak. Belum lagi apabila kematian menghadang, manusia sangat takut pada kematian. Demi memperpanjang hidup, manusia rela melakukan apa saja. Apa pun akan dikorbankan, asalkan diri sendiri tidak mati. Begitulah yang ditonjolkan dari novel ini.

Di akhir novel ini, tokoh Pak Haji yang menghembuskan nafas terakhir memberi pesan untuk selalu menganggap penting hubungan satu manusia dengan manusia lainnya. Salah satu amanat yang berkesan pada saya sebagai pembaca adalah ketika tokoh Pak Haji menyatakan bahwa manusia hanya bisa berikhtiar menjadi sempurna, tapi tak mungkin menjadi sempurna. Tokoh Pak Haji di sini selalu kecewa dengan manusia lainnya, karena ia berharap manusia itu baik dan sempurna, padahal hal tersebut mustahil terjadi. Di sinilah peran penting manusia untuk saling memaafkan dan mencintai manusia lainnya, karena manusia sesungguhya adalah makhluk lemah yang hina, dan tidak pantas untuk melakukan penghakiman pada manusia lainnya.

Membaca novel ini akan membuat perasaan kita terombang-ambing, rasa malu terhadap dosa sendiri terkuak, dan memunculkan kesadaran bahwa diri ini bukanlah siapa-siapa. Jika ada bintang enam pun, saya takkan ragu menyematkannya untuk novel ini. 3 s Rinaldo264 51

4.2/5

Review in Indonesian and English.

Tujuh orang pengumpul damar dalam perjalanan pulang menuju desa. Ketika berburu rusa, rombongan ini menemui seekor harimau yang dipercaya sebagai 'nenek' oleh penduduk setempat. Ketika salah seorang pengumpul diserang, ia perlahan sekarat dan meracau bahwa sang harimau adalah sosok yang diutus Tuhan untuk menghukum para pengumpul atas dosa-dosa yang mereka perbuat.

Pada awalnya, rombongan ini ragu-ragu bahwa harimau tersebut bukan harimau biasa. Namun seiring berjalannya waktu, tekanan dan rasa takut mulai memuncak di antara mereka, sehingga satu per satu tokoh membuka rahasia dan dosa-dosa masing-masing. Para pengumpul yang semula akrab mulai mencurigai satu sama lain. Pengakuan dosa-dosa juga mengubah cara pandang mereka terhadap satu sama lain, seorang kawan ternyata juga pembunuh, pezinah, pencuri, pendosa.

Membaca buku ini seperti membaca prekuel Lelaki Harimau Eka Kurniawan, di mana sosok harimau yang mistis menjadi figur sentral sekaligus metafora kejiwaan karakter. Harimau adalah sosok bahaya eksternal yang sebenarnya biasa, namun para karakter memilih membaca kemunculannya sebagai karma. Latar hutan lebat juga menambah suasana thriller dan wingit dalam cerita ini.

Prosa buku ini cukup mudah, penceritaannya enak dibaca meski pada beberapa bagian terkesan agak kaku dan kuno seperti buku pelajaran Bahasa Indonesia. Yang disayangkan lagi, beberapa bagian khususnya akhir buku terlalu berceramah dan menekankan pada moralitas. Namun di luar itu semua, Harimau! Harimau! adalah karya sastra klasik Indonesia yang mendalami ketelanjangan dan kerapuhan jiwa manusia ketika dihadapkan pada kematian dan dosa/kejahatan masa lampau.

---

Seven resin collectors are on the way home to their village. While hunting deer, this group encounters a tiger who locals believe as 'grandmother.' When one of the collectors is attacked, he is slowly dying and starting to babble that the tiger is sent by God to punish the collectors for their sins they committed.

In the beginning, the group is doubting that the tiger isn't a flesh and blood creature. However, as the time goes on, stress and fear are building among them, so one by one they reveal their individual secrets and confess their sins. The collectors, who originally are close-knit, start to doubt each other. The confessions also change their perspective in seeing each other, a friend is in fact also a murderer, a fornicator, a thief, a sinner.

Reading this book is akin to read the prequel of Eka Kurniawan's Man Tiger, where a mystical tiger becomes a central figure and a metaphor of the character's psychology. The tiger is an external but truly mundane threat, but the characters choose to read its appearance as a sign of karmic consequence. The lush jungle setting also adds to the thriller and eerie atmosphere of the story.

The prose of this book is fairly straightforward, its storytelling is digestible although at some parts it reads a bit awkward and old-fashioned Indonesian school textbook. Unfortunately, some parts especially the end of the book becomes a bit preachy and puts too much emphasis on moralising message. However beyond it all, Tiger! Tiger! is an Indonesian literary classic that explores the nakedness and vulnerability of human psyche when facing mortality and past sins/crimes.classic indonesian literary-fiction3 s Jecoow16

Terlalu penting untuk tidak membacanya. Ada beberapa deskripsi yang memang agak berbelit, berputar-putar, tidak to the point—bukan tersebabkan perangai kepenulisan yang buruk, saya tau memang beginilah gaya bertutur di era buku ini terbit, melainkan murni dari kelambatan saya pribadi. Selebihnya, tak kurang-kurang hormat saya pada Om Lubis, sang pawang Harimau.

Ini cerita yang memang menelanjangi hal-hal mendasar dalam diri manusia. Bagaimana manusia sering terjebak dalam perangkap yang dibuatnya sendiri dan orang-orang memandanginya dari luar. Ia berupaya sekuat mungkin melepas diri dari kandang buatannya sendiri. Tapi rasa takut—takut tidak dihormati; tidak diakui; tidak dipedulikan; tidak didengar; tidak dilihat; tidak dirangkul; tidak ditemani dan banyak lagi "tidak-tidak" yang lainnya—terlalu besar sehingga manusia seolah merasa tidak dapat keluar, padahal jelas, dia sendiri yang memegang kuncinya. Manusia sendiri yang menentukan kandang serupa apa yang akan mengurungnya.

Cerita ini berpesan, bahwa manusia yang selama ini merasa bebas sesungguhnya hanya sebuah upaya untuk tidak merasa "terikat" dengan gejolak dalam dirinya sendiri.

Semakin manusia merasa bebas, semakin kuat ikatan dalam dirinya. Semakin manusia merasa benar, sekuat itu pula rasa bersalah dalam dirinya meronta-ronta. Sehebat apa seorang manusia mengaku berani, sebesar itu pula rasa takut yang membuntutinya.

Kita, manusia hanya perlu sedikit lebih sadar, bahwa tidak ada sesuatu apapun yang lebih berbahaya dari diri kita sendiri, harimau sekalipun.2 s Henry ManampiringAuthor 9 books1,110

Masterpiece from Indonesia.3 s HD259 2

Harimau Penyibak Dosa.

Semua orang punya dosa yang akan dikubur dan disimpan erat-erat. Setiap manusia punya sisi gelap seberapa terang pun cahayanya. Pesan yang melekat di kepala dari buku ini.

Mulai dari awal, 3 bab pertama penuh dengan sisipan cerita stensilan khas tahun 70-an sarat dengan kata "buah dada", "tubuhnya", "cantik" dan "perempuan muda". Perspektif laki-laki tahun 70an yang sering membaca cerita stensilan kental sekali di buku ini. Sempat berhenti sejenak dan menimbang-nimbang hati apakah akan melanjutkan buku ini atau tidak.

Konflik di buku ini pun padu; mulai dari masalah wanita, perselisihan sesama hingga ketakutan akan kematian semua jernih terangkai jadi satu narasi utuh. Meskipun, permulaan awal buku terasa sedikit menyita alur keseluruhan (3 dari 7 bab) tetapi tetap sangat bisa dinikmati dengan utuh.

Sepanjang narasi pun berselimut mistis; mulai dari jimat, siluman harimau, hingga ilmu ghaib semua ada (layaknya toserba perdukunan). Tapi, hal itu jadi daya tarik tersendiri. Tulisan soal perdukunan itu menjadi penanda dan ciri khas dari tahun buku ini ditulis, tahun 70an dimana aroma klenik masih sangat pekat.

Pesan moral pun berserakan; dari 7 pencari damar semuanya memiliki pelajaran untuk diberikan. Semuanya memiliki perannya masing-masing dalam cerita dan itu menjadi salah satu poin plusnya. Salah satu ucapan terbaik dalam buku ini adalah;

bunuhlah dahulu harimau dalam dirimu ….

Adapun hal-hal mengganjal pikiran adalah tingkah laku harimau di dalam cerita;

1. Harimau berburu di siang hari, padahal seharusnya ia predator nocturnal malam hari. ,(bab 6)
2. Harimau yang sudah tua, harusnya berburu mangsa yang lebih lemah dan menyendiri bukannya malah melacak memburu sekawanan banyak manusia. (bab 4 dan 5)
3. "Wangi daging yang dibakar menyebabkan rasa laparnya bertambah hebat" (bab 4) kalimat ini mengisyaratkan bahwa harimau lebih menyukai bau daging dibakar. Padahal, harimau akan jauh lebih tertarik daging segar.
4. "Dengan auman yang dahsyat dia melancarkan dirinya dari tempat persembunyiannya." Padahal, harimau termasuk hewan yang berburu secara stealth. Artinya, selama mangsa tidak mengetahui keberadaannya ia tidak akan mengaum untuk mengintimasi. Di sini, ia malah mengaum sebelum melompat (bab 4) alhasil jadi aneh.
5. Harimau biasanya memiliki naluri untuk menghindari konfrontasi dengan manusia atau benda-benda yang dianggap berbahaya. Di konfrontasi pertama sudah ada tembakan meleset (bab 4) tetapi harimau masih memburu.
6. Semua korban luput luka di bagian leher. Padahal, target utama harimau ketika berburu mangsanya adalah tengkuk. Untuk menetralisi mangsa secara cepat dan mematikan. (Bab 4, 5, dan 6).

Satu hal lagi yang mengganggu pikiran adalah banyaknya typo di dalam buku ini; tidak fatal memang tapi tetap saja menganggu pengalaman membaca (lumayan banyak soalnya).

kesimpulan: Meskipun singkat tetapi buku ini sarat dengan pesan moral, cerita stensilan (iya, iya kata 'moral' dan 'stensilan' kayaknya bukan kata yang bersanding sebelahan), dan intrik manusia ketika dihadapkan dengan hidup-mati. Jujur, sangat menikmati. Tetapi, buku ini bukan tanpa kelamahan, utamanya di perilaku berburu harimau.2 s Nike Andaru1,483 101

142 - 2019

Baru baca buku sastra ini, dulu waktu sekolah gak baca juga sih ya.

Baca buku ini tanpa baca reviewnya dari yg lain dikit aja, jadi dari judu kayaknya cerita tentang pemburu harimau zaman dulu mikirnya. Gak sepenuhnya salah, karena memang ternyata bercerita tentang harimau yang mengacaukan perjalanan ketujuh orang pencari damar di hutan.

Buyung, Talib, Sanip, Sutan, Pak Haji, Pak Balam dan Wak Katok itulah mereka. Perjalanan mencari damar menjadi perjalanan panjang, berhari-hari, menginap di huma Wak Hitam, bertemu istrinya yang muda dan cantik, hingga bertemu harimau diperjalanan pulang ke kampung.

Perjalanan pulang ke kampung ini menjadi berat ketika satu demi satu menjadi korban harimau. Ada harimau dalam diri tiap manusia. Mochtar Lubis mengemas cerita sederhana ini menjadi penuh makna, mudah dipahami dan sangat bikin penasaran hingga akhir. Pesan yang tetap bisa dipetik walau kita baca di zaman kapanpun. Ini tentang manusia, yang semua punya harimau dalam dirinya.ebook fiksi sastra ...more2 s Euphatorium1170 2

"Sebelum membunuh harimau. Bunuhlah terlebih dahulu harimau di dalam hatimu."2 s Ari Teguh Nugraha194 39

Dari sekian banyak buku novel yang saya baca, ini salah satu yang paling unik dan yang terbaik.thriller2 s Eve104 38

"...sebelum kalian membunuh harimai yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu sendiri..."

aaah suka!

Baca ini deg-degan sekali, apalagi kalau dibaca malam-malam, suasananya ngena sekali.
Sebenarnya literatur ini begitu sederhana dalam alurnya, membacanya juga tidak perlu kebanyakan mikir, dan nggak perlu ulang kalimatnya dua kali kalau saya baca literatur lainnya, jadi baca buku santai. Sederhana dalamm alur, tetapi memikat dan ingin dibaca sampai tuntas.

Kalau biasanya dalam buku sastra saya kerap kali mengkritik demikian, "Kenapa sih dalam sastra, pengarannya mengangkat unsur sosialnya yang jelek-jelek saja? Seperti suami yang selingkuh, suami yang meniduri perawan karena nafsunya, atau jiwa seorang perempuan yang tertekan batinnya, atau desa yang begitu miskin dan kumuhnya. Memang nggak ada unsur sosial lain yang lebih indah untuk dibayangkan?"

Tetapi disini, dominan dari ceritanya tidak mengangkat unsur sosial yang jelek-jelek untuk dibayangkan. Tetapi mendeskripsikan sebuah desa di tengah hutan yang aman tentram, walaupun pada akhirnya terkuak juga warna asli orang per-orang. Sehingga saya membacanya nggak eneg sendiri karena realita yang ditorehkan oleh pengarang tidak melulu perihal unsur yang jelek-jelek.

Banyak sekali pelajaran-pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini. Memang Bapak Mochtar Lubis patut diacungi jempol, karyanya begitu menggugah dan menginspirasi.

Dimulai dari kita sebagai manusia haruslah berhati-hati dalam bertindak, karena setiap tindakan akan ada balasannya dimata Allah SWT. Dan saya bisa belajar sendiri bahwa banyak sekali macam-macam karakteristik laki-laki di dunia ini yang sedikit banyak bikin saya geram. Perjalanan tujuh orang itu begitu mencekam, begitu terbayang oleh saya bagaimana suasana tegang diintai oleh harimau kelaparan yang begitu buas. Terbayar sudah saya ingin membaca buku ini, four stars! :) 2 s Willy AkhdesAuthor 1 book12

Ini adalah karya Mochtar Lubis yang sangat saya suka. Menurut saya ini adalah salah satu novel terbaik dalam sejarah sastra Indonesia. Membacanya seperti sedang menonton film thriller hollywood, jantung berdenyut cepat seiring berjalannya mengantisipasi kejutan-kejutan apa yang terjadi selanjutnya. Cerita mengenai 7 orang laki-laki yang pergi ke hutan untuk mencari damar. Mereka harus berjalan kaki selama seminggu dari kampung menuju hutan dengan membawa perbekalan makanan selama dihutan. Selama mengumpulkan damar di hutan mereka menumpang disebuah pondok milik warga sekampung dengan mereka. Konflik mulai terjadi saat mereka berjalan pulang kembali ke kampung setelah mengumpulkan banyak damar. Ditengah perjalan salah satu dari mereka diterkam harimau. Sebelum ia meninggal, ia sempat menyampaikan pesan-pesan kepada anggota yang lainnya dan juga menceritakan salah satu rahasia dari mereka yang hubungan masing-masing mereka saling mencurigai. Yang menjadi musuh mereka diperjalanan bukan hanya harimau yang telah menerkam salah seorang dari mereka, tapi juga 'harimau' didalam diri mereka masing-masing. dongeng-pengantar-tidur favorites in-my-library2 s Ajeng50 2

“Sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah dahulu harimau dalam hatimu sendiri...”

Selama membaca Harimau! Harimau!, rasanya seperti nonton film thriller karena detail yang disajikan sangat mendukung buat visualisasi tiap peristiwa yang diceritakan. Plot berjalan cepat, dilengkapi dengan tensi mencekam dan teror psikologis, alhasil selalu dibuat merasa penasaran. Such a magnificent experience!

Harimau! Harimau! merupakan karya yang sederhana tapi sangat bermakna. Tidak hanya sekadar tentang cerita petualangan berburu, Mochtar Lubis berhasil menyampaikan cerita yang penuh dengan pelajaran kemanusiaan. Kereeeen!
ada-di-rak-buku fiction indonesian-lit2 s Jong9 Read

Salah seorang teman mengatakan pada saya bahwa jika Pram adalah mata kiri dalam sastra indonesia, Mochtar Lubis lah yang menjadi mata kanannya. Gambaran itu saya rasa tepat.
Buku harimau-harimau ini berkisah tentang sekelompok pencari damar yang diburu-buru harimau. Pada saat "berkejar-kejaran" itu masing-masing mereka dipaksa untuk mengintrospeksi diri. Bertaubat atas kesalahan-kesalahan yang pernah mereka lakukan.
Pewatakannya sangat kuat. Alurnya sangat bagus sehingga pembaca yang benar-benar membaca akan serasa masuk ke dalam dunia yang digambarkan Mochtar Lubis.2 s Scott26

Excellent. Did not read a translation. Astute use of tiger metaphor to expose the dark side of the human soul. Too bad though that the Sumatran tiger is almost extinct, perhaps partly related to the mystique it holds as portrayed in this novel. 2 s javiruchi16

There is a 'tiger' within each of us. The question is: who will devour and get devoured? You or the 'tiger'?

An Indonesian novel, almost a religious novel for the obvious lesson it conveys - set yourself free from fear by confessing your sins. 2 s Gusti Malik32 5

A thrilling story about a group wondering in a jungle looking for resin tree, and then something scary happens.2 s Nur Aziza Luxfiati4

Sebuah novel fiksi karya Alm. Mochtar Lubis seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia yang telah menerima beberapa anugerah sastra. Jujur saat membaca dibagian awal saya merasa enggan untuk membacanya karena belum ada konflik. Seiring bertambahnya halaman dan berganti bab benar saja konflik mulai muncul dan akhirnya saya pun hanyut dalam keseluruhan rangkaian ceritanya. Novel ini cukup tipis dengan 220 halaman sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Dibalik cover yang kuno dan gaya bahasa serta pengejaan yang baku menyimpan pesan moral dan religius yang membuat pembaca seakan tertampar dengan cerita di novel ini.
Dibuka dengan pengenalan tokoh, mulai dari latarbelakang, watak, karakter dan usia yang dijelaskan secara gamblang oleh penulis. Semakin menarik dengan bumbu konflik yang bermunculan dari awal konflik ramalan si pendongeng, luapan isi hati Siti Rubiyah pada Buyung, sampai puncak konflik Perburuan para pengumpul damar oleh harimau. Bagian yang cukup menarik dari novel ini adalah saat Pak Balam salah seorang pengumpul damar menjadi korban pertama si nenek(harimau) kelaparan yang membuat para pengumpul termasuk pak Balam sendiri mengakui dosa-dosnanya, karena merasa kalau harimau yang menerkamnya adalah harimau siluman yang dikirim Tuhan untuk menghukung mereka atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Kalimat yang menjadi kunci utama Buyung dan Sanip untuk mengalahkan harimau yaitu kata terakhir yang diucapkan pak haji sebelum wafat "Bunuhlah harimau dalam hatimu sendiri" yang mana kalimat itu bisa juga kita jadikan pedoman untuk menjalani hidup saat ini.
Novel ini sangat direkomendasikan bagi orang-orang yang hilang harapan dalam hidupnya, atau mungkin diperuntukkan untuk pemuda yang sedang mencari jati diri, seperti cerminan seorang buyung dalam novel ini. Sekilas novel ini juga mampu dijadikan kopi hitam bagi para pemimpin yang dicerminkan oleh pribadi Wak Katok. Hal yang menurut saya bernilai kurang dalam novel ini ialah penulis sempat menulis naluri liar lelaki dalam novelnya yang mungkin tulisan tersebut kurang baik untuk dibaca oleh anak dibawah umur. Tulisan tersebut mendeskripsikan bagian-bagian tubuh wanita secara gamblang dan juga menuliskan hasrat nafsu para lelaki terhadap perempuan. Terlepas dari itu, Segala bentuk sifat-sifat asli manusia yang pernah dituangkan oleh penulis dalam karyanya ‘Manusia Indonesia’ yang sangat kompleks, dituangkan kembali dan dikemas dengan epic dalam novel yang singkat ini. Namun secara garis besar novel ini mudah untuk dipahami dan memiliki nilai pendidikan karakter yang baik.1 Claudia43 3

Kita baru bisa melihat bagaimana sejatinya sifat seseorang secara utuh ketika orang tersebut tengah dalam keadaannya yang sangat tertekan. Ketika maut hanya bejarak selempar batu saja. Semua ini tergambar tuntas dalam buku Harimau! Harimau!

7 orang kawan, sesama pencari damar, dihadapkan dengan maut, di mana seekor harimau besar yang lapar memburu-buru mereka. Di sini kita melihat kemanusiaan masing-masing tokoh, melihat secara gamblang bahwa seputih-putihnya manusia tampak dari luar, ia menyimpan juga kegelapan yang tak hendak ia tunjukkan pada orang lain. Semua manusia berdosa, semua manusia pernah berbuat salah, hanya saja beberapa sanggup mengakui dosanya, dan mencoba untuk berbuat jauh lebih baik, namun beberapa lainnya lebih suka mengabaikan dosanya dan merasa ia tak sepenuhnya bersalah.

Entah mengapa aku turut merasa bahwa ini satu buku religi yang baik, yang bisa dibaca khususnya menjelang bulan Ramadan seperti sekarang ini. Satu buku yang bisa mengingatkan kita pada dosa-dosa, dan mengingatkan kita akan pentingnya merawat cinta kasih dengan sesama dan tentu dengan Sang Maha Kuasa.

Buku ini sebetulnya ingin kuberi bintang 5, tapi mengingat banyak sekali typo di dalamnya… Sepertinya penerbit butuh mempekerjakan proof reader tambahan untuk buku sebagus ini
Autor del comentario:
=================================